"Memilih sikap terbaik untuk hidup setelah kematian"

_faidza ‘azzamta fatawakkal ‘alallah_
Intanshurullaha yanshurkum wayutsabbit
aqdaamakum

"....Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu." (QS Muhammad : 7)

Tsunami Caring di Salto Absurd dan Ajang Kontemplasi



“ulfaa... kamuu... kenapa jempalitan di jalan???”
“(hah???) Bahasanyaaa... -.- iya yaaa :))”
“Mana aja yang sakit?”
“nggak kok cuma ini, ini, sama memar sini, terus bagian sini agak nahan... ada yang...” (nggak tahu ini rasa apa)
“nahan helm ya?”
“iya mungkin :D”

Berlangsunglah cerita seru salto di jalan pakem siang kemarin di selasar Jetsu (Jabal Tsur). Yah, jurus ketidaksadaran telah dikeluarkan untuk mencium ekor mobil absurd (karena nggak jelas nabrak mobil apa, warna apa, plat nomer berapa -___-). Akhirnya tangan kiri dan kanan saya kembali dihiasi dengan nuansa ‘pink’ penuh sensasi ketika tersentuh air :D

Oh Allah, cantik sekali kejadian ini. Field Trip kali ini terhiasi dengan suasana mengharu biru. Bukan karena saya menggelinding di jalan, tapi merasakan tsunami caring yang luar biasa :’)
Beberapa detik sebelum kejadian saya rasa masih “on” dengan diri saya sendiri. Bahkan masih sempat memikirkan suatu hal namun entahlah lupa. Nah, takdinyana, beberapa detik kemudian dikejutkan dengan suara benturan keras. 

“Innalillahi...”

Saya merasakan beberapa kali benturan di kepala, kaki saya tertindih motor dan tangan tertindih badan. Rasanya berat untuk bangkit, namun secara kesadaran bisalah dikatakan composmentis.
---“Oh aku jatuh ya...(hehe) tangan kananku...? (dulu sempat patah tulang)... insyaAllah nggak papa, tadi nggak buat menopang :) tunggu dulu, masih belum sadar penuh dan terasa berat”----
(ini jawaban kenapa saya tak langsung bangkit ketika itu)

Sementara riuhnya jalan mengkhawatirkan posisi saya sebagai korban yang tak kunjung berdiri. -mungkin dikira pingsan-.

Dengan bantuan Mei, “fa, bisa berdiri?”

Keadaan saya masih shock, hanya menahan ada suatu yang memberatkan di kepala. Barangkali karena tas, helm dan motor yang masih sama-sama tersentuh di badan. Akhirnya mampu duduk, dengan tetap tak sanggup bersuara. Tertunduk kemudian, lalu teman-teman menyarankan agar kaki diluruskan.

“Kaki lurusin fa.. “
“Ke pinggir aja, ke pinggir....”
“fa, bisa berdiri?”

Dengan sedikit dibantu oleh salah satu teman, akhirnya saya terduduk di bahu jalan dengan kebanjiran care dari teman-teman PSIK (Program Studi Ilmu Keperawatan), atau bahkan tsunami caring kali ya. :D

“fa, mana yang sakit?”
“hm? Paling ini sih, sama bagian sini... (sedikit menahan)”
“Bentar ya fa... disiram dulu pakai air, biar kotorannya hilang...”
“iya Mei...”
“tahan ya fa...” tambah Ayu

Sementara saya masih berusaha menstabilkan shock dan tak tahu bagaimana bisa terjadi, sedikit banyak tergelitik dengan seruan teman-teman.

“Fa, ke rumah sakit dulu aja ya?”
“Hm? Mm.. bentar deh, coba istirahat dulu... (saya belum merasa tenang)”
“Fa, ke Grasia nggak papa?”
“(haha) :D ke Ghrasia...?”
Kemudian melihat dua sosok polisi datang menghampiri dan menanyakan keadaan saya.
“Gimana mbak tadi kejadiannya”
“Nggak tahu saya pak :D” jawab saya dengan entengnya
“Oh.. terus bagaimana keadaanya?”
“Nggak papa kok pak :)”
“Oh ya sudah kalau nggak papa.. di bawa ke tempat yang teduh..”

Rasanya masih ingin bertanya kepada diri sendiri, “kok bisa ya? Nggak sadar, tadi gimana bisa terjadi?”

“Ngantuk apa gimana sih fa?” tanya adis -yang saya bonceng- dengan spontan.

Saya tidak menjawab karena sedikit tidak fokus, akan tetapi seolah-olah saya menemukan kata kunci yang dahsyat, yah, sebelumnya saya sempat NGANTUK. Oh tidaaak... jangan-jangan saya tak tersadar karena sudah di alam lain sebelum jurus salto misterius itu terjadi -__-

“Mana fa yang sakit, coba dilihat..”
“Ulfa bisa duduk?”
“Minum dulu Fa..”
“Ulfa ke Puskesmas dulu aja po?”
Ayu masih dengan senyumnya mengurusi keadaan saya.
Dan yang lain terpikir bagaimana mobilisasi saya selanjutnya...
“Fa, kamu tak boncengin aja po?” Ternyata ada Agus juga di sini
“Kamu tak anter aja fa, mau lanjut atau ke rumah sakit?” Andre menawarkan solusi
“Udah Ulfa sama aku aja, biar nanti yang nungguin nggak papa..” Solusi bijak yang tersepakati muncul dari sohib sekaligus penasehat bagi saya, mbak Adin :D

-Percakapan ini mungkin redaksinya tidak persis, hanya gambaran umum seingat saya-

Entahlah, siapa saja yang ada pada waktu itu, banyak tangan-tangan malaikat dari calon garda pelayanan kesehatan terdepan untuk masyarakat kelak. Saya merasakan tsunami caring yang luar biasa dari temen-temen PSIK 2010. 

Banyak wajah-wajah yang saya saksikan ketika itu, adin-andre-muss-ayu-mei-nana-agus-angga-adis dan semua temen-temen PSIK yang sayang sekali saya tak dapat mendikte satu per satu saat itu karena keterbatasan fokus.

Ending point dari kisah ini pada saat saya dibawa ke RS Panti Nugroho Jl. Kaliurang KM 17. Sedikit lama saya ditangani di UGD -mungkin karena prioritas penanganan- ini. Justru dalam penantian ini ruang kontemplasi saya mulai terpancing. Pagi ini begitu unik, keterlambatan 15 menit di tutorial masih saja membuat saya tersenyum meskipun mendegradasi angka 92, 94 menjadi batas garis 75. Allah selalu punya cara untuk menyegarkan hati hamba-Nya dengan matematis alam, dari hanya sekedar eksakta logika. Wallahu'alam, feedback  maladaptif terhadap diri sendiri untuk melihat senyum sohib terdekat sebelumnya malah lebih saya sukai meski menyusutkan angka-angka menggiurkan itu. Hanya saja saya yang harus mengatur komponen fikriyah agar tak terkungkung dalam sesal yang juga absurd.

Lukisan kecantikan yang tergores pagi itu pula...

Oh Allah... :')
Saya sempat berdo'a sebelum tidur di motor. Mungkin sebagian orang berkata bahwa ini konyol. Tapi ilmu ini saya dapat dari sebuah dauroh.
Kesimpulan praktis yang bermakna saya resume dari nasihat seorang trainer, "Ketika bepergian dengan kendaraan, bacalah do'a bepergian dan do'a mau tidur. Karena jika kita nanti ngantuk di jalan, kemudian Allah berkehendak mencabut nyawa kita saat itu, entah dengan kecelakaan atau hal yang tidak kita sadari, setidaknya kita meninggal dalam keadaan baik, husnul khatimah..."
"Mbak adin, aku sempat baca do'a mau tidur di jalan tadi sepertinya... :') Ilmu waktu dauroh.."
":)"
"Qadarullah..."

Jika qadarullah saya memang harus kecelakaan saat itu, menidurkan adalah cara termanis yang Allah ulurkan agar saya cukup merasakan layaknya jatuh dari kasur. Betapa nikmatnya :)
Pantas saja seorang dengan ringan tersenyum saat ajal menyapa, padahal sakitnya tergambar begitu menggetarkan. Pasti hati, raga dan fikriyahnya sangat banyak tersayat demi kecintaan-Nya. Sedangkan merasakan terseok di jalan saat tak sadar, dan dalam keaadaan masih ada wudhu saja seperti tersiram kesegaran dari kemurahan-Nya. Selalu ada rasa untuk sedekah ringan yang merekah, senyum penuh menelisik segala hikmah kehidupan.

Setelah perawat datang, seperti pada umumnya -yang juga kami praktekkan-, menikmati cek nadi, tekanan darah, pernafasan, dan alhamdulillah normal. Kalau dilihat masih sedikit takikardi mungkin. Dilanjutkan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter dan penanganan luka oleh suster yang lain.

Di UGD tersebut saya merasa senang karena ada peluang untuk berkontlemplasi. Mulai dari rona peristiwa yang sarat hikmah hingga menerawang keprofesian ini lebih dalam, meresapi keanggunan niatan setiap pelakunya, dan harapan masyarakat luas untuk keberadaan profesi kami.

Ya, saya merasakan bagaimana kehadiran perawat sangat dinanti oleh pasien. Bahkan senyum dan pertanyaan secuilpun akan sangat berharga untuk menambal hati harap cemas pada pasien. Belum lagi keramah-tamahan, sentuhan tulus dan nasihat teduh yang terlukis. Wah, ini saja yang dari tadi menunggu sedikit lama. Kalau saya membayangkan banyak pasien ditangani seperti halnya teman-teman memperlakukan saya tadi,  barangkali tidak akan banyak pasien yang bertahan dengan sakitnya dan penuh semangat untuk sembuh.

Terima kasih malaikat-malaikat salto absurd Ulfa, terima kasih atas tsunami caring yang membanjiri di terik siangnya... Semoga kelak kita akan menjadi pionir perubahan sistem kesehatan di negeri ini, dengan ketulusan yang jujur di hadapan-Nya, dan segenap ikhtiar yang teroptimalkan dari sekarang. Saya masih tak ada apa-apanya dibandingkan kalian semua, yang masih belum banyak berpeluh seperti apa yang kalian suguhkan demi perubahan yang terbaik nantinya. Saling mengingatkan ya, maaf atas segala khilaf. Terkadang saya terusik dengan ketidakmampuan mengungkapkan rasa sayang kepada kalian, calon perawat yang hebat.. Semoga Allah membalas dengan segala hal yang lebih baik... :’) Aamiin Ya Rabb...

NB : Pelajaran kali ini, jangan sok kuat bisa nyetir motor saat ngantuk menyerang. Akui kelemahan dan jangan menunggu salto di jalan :)

Gedung Radio Poetro FK UGM
Selasa, 2 April 2013
10 : 29 a.m
_Menikmati kekakuan badan dengan memar-memar yang mengharukan :D_

0 komentar:

Posting Komentar

Seberkas feedback semoga menjadi amal :)

Quotes

“Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya”
( Pesan Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.)

Total Pengunjung

Followers

My Account Facebook

Mengenai Saya

Foto saya
Pembelajar Sepanjang Hayat yang telah tunai menyelami program studi Ilmu Keperawatan di Universitas Gadjah Mada. Tertakdirkan semenjak tahun 2010 hingga lulus program profesi Ners 2016. Pasca dibelajarkan dalam mempertanggungjawabkan hidup dan kehidupan sebagai seorang khalifah di madrasah kepemanduan dan organisasi kampus, kini sedang belajar untuk mempertanggungjawabkan hidup dan kehidupan sebagai seorang professional clinical ners di sebuah Rumah Sakit yang berpayung di sebuah Perguruan Tinggi Pemerintahan. Bermimpi menjadi insan pecinta ilmu dari buaian sampai liang lahat, hingga tunduk dan meneduh di keridho'an Al Fatah Ar Rahman Ar Rahim..