"Memilih sikap terbaik untuk hidup setelah kematian"

_faidza ‘azzamta fatawakkal ‘alallah_
Intanshurullaha yanshurkum wayutsabbit
aqdaamakum

"....Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu." (QS Muhammad : 7)

Menyempatkan untuk Membalas

Dalam dekapan nuansa syawalan Keluarga Fakultas Kedokteran FK UGM. Menilik gawanan kecil dalam genggaman.. Subhanallah... about 3,5 hours ago, she has been posting about “something” becoming hot issues one week ago.  Kalem, it just between us, guys.. :) Sang Pengejar Matahari..^^

I don’t know what i want to say..


Kawan, Sobat, Teman, Saudariku... Ah, bingung saya memanggilnya...
Terlalu sederhana sepertinya kata-kata itu. Karena dia lebih dari segala makna yang tersirat dari sebutan di atas. Namun InsyaAllah lebih terikat dengan kata saudariku (yang Ulfa cintai karena Allah, InsyaAllah ^^).

“Saudariku, sungguh.. setelah membaca apa yang jemarimu gerakkan di atas tuts bersejarahmu itu, hampir pikiran ini buntu untuk sedikit menelisik arah. Aku sebut bersejarah karena sungguh penuh perjuangan untuk meluangkan dan menyusun si kata hati yang sejujurnya itu..“
MasyaAllah... sungguh saya sangat mengerti alur ia berpikir. Sangat mengerti. Hanya saja ketika disuruh mengurutkan alurnya, itu begitu rumit. Bahkan lebih rumit menurut saya, jika dibandingkan dengan bagaimana saya mengurutkan mata angin di tempat yang baru (ya, karena saya suka sedikit buta arah di tempat yang baru). 

Ini masalah klise, sangat klise... Sudah ada sejak berpuluh tahun yang lalu mungkin ya.. Makanya saya baru tersadar betapa pentingnya kita berdo’a untuk senantiasa istiqomah di dalam kekhusyuan cinta-Nya.. yang rasa romantisnya selalu ingin meneteskan air mata kerinduan atas nikmatnya balasan syurga dan kehidupan terbaik kelak. Yang rasa cemburunya sangat membuat gemuruh jiwa tak mampu menahan lagi untuk mengatakan bahwa diri ini masih perlu banyak perbaikan karena masih banyak orang yang lebih dicintai-Nya, tak lain karena mereka lebih dekat, lebih banyak merayu lewat do’a, dan banyak melakukan hal-hal kecil sampai hal besar yang membuat Yang Maha Pemurah itu menunjukkan kemurahann-Nya..

“Saudariku, ketika aku disuruh dengan kata-kata yang engkau tulis terakhir ‘..tolong aku kawan..’ hampir di benak ini hanya terlintas : *m**, turuti kata hati nuranimu...”
Wait... Ya Rabb... T.T jangan-jangan karena saya terlarut saja dalam tulisannya dan apa yang ia ungkapkan. Sedangkan kewajiban saya adalah memberi nasihat jika diminta.
“Saudariku... Aku tidak ingin memberi nasihat, karena aku yakin semua ilmu itu sudah ada di dalam benak pikirmu yang sejak dulu teranalisis, baik hukumnya maupun rasionalisasinya. Apapun itu, pasti kamu tahu. Ya, aku tahu itu, sangat yakin. Namun masalahnya, memang benar adanya, Umi Masbihah di DS pernah berkata, ‘Nak, ilmu agama itu larinya sangaaat cepat... yang saking cepatnya, melebihi kencangnya lari kuda... bayangkan larinya kuda secepat apa?’ ya... itu susahnya saudariku, menerapkan ilmu setelah kita punya. Apalagi yang berkaitan dengan hablum minannas. Yang hubungan antar sesama manusia itu lebih berat daripada hubungan dengan Allah. Karena ketika kita berhubungan dengan manusia masih saja ada rasa-rasa iri, dengki, hasad, sombong, kecewa, cemburu... ah, masih banyak... sedangkan kita belum konsisten menerapkan keikhlasan, ketawadhukan, dan keterikatan hati dengan Allah dalam setiap aktifitas.
Saudariku... mungkin aku hanya ingin sedikit mengambil cuplikan berharga dari orang-orang luar biasa yang betapa beruntungnya seorang ulfa yang ‘kayak gini’ lagi-lagi merasakan Pengasih dan Pemurahnya Allah untuk bertemu dengan kawan-kawan yang senantiasa mengingatkan saat berada dalam kefuturan."
Mungkin redaksinya sedikit berbeda, InsyaAllah tidak mengurangi esensinya :)
Salah satu kawanku bilang saudariku, 
“....subhanallah.... kamu mungkin bisa bilang fah, tanyakan saja pada beliau... apa yang menghalanginya untuk mengambil sebuah keputusan? Barang kali ada rasa takut yang itu yang membuat dia untuk membuat keputusan. Dianalisis kembali rasa takut itu karena apa...” Lagi-lagi terhanyut dengan kebijaksanaannya...
Ulfa sedikit berpikir... ^^
Saudariku.. yah, rasa takut itulah yang mungkin masih menjadi bayanganmu muntuk melangkah. Melangkahkan untuk satu step keputusan yang kamu yakini kebenarannya. Aku tidak khawatir jika rasa takutmu itu karena Allah. Tapi rasanya... untuk memutuskan sebuah keputusan yang karena perintah Allah pula, pastilah hal yang bertentangan. Ulfa yakin atas suatu peringatan dari kakak tingkat yang mengatakan sesuatu yang sama-sama baik kemudian berjalan secara bersamaan, tidak akan merugikan satu sama lain dek :)...Saudariku, sobatku... barangkali kekhawatiranmu itu bukan karena Allah, tapi apa yang kamu nikmati, yang kata sang hati adalah sebuah kebermanjaan yang mumpung, karena itu tidak akan muncul secara instan. Ketika setiap hari disiram oleh kebermanjaan yang menyenangkan namun palsu itu, sang hati baru tersentil untuk berkata ‘mumpung’... Namun nurani sebenarnya tahu, bahwa itu BUKAN kamu, BUKAN kamu yang tahu akan ilmunya.
Lalu apa yang engkau takutkan saudariku?
Apa yang engkau khawatirkan?
Takut ketika Allah kelak tidak menakdirkan yang kualitasnya tidak lebih dari beliau?
Takut akan meneteskan air mata?
Takut akan mengecewakannya?
Takut untuk dianggap oleh diri sendiri tidak menghargai orang lain dan tidak tahu terima kasih atas kebaikan seseorang?
Takut untuk TIDAK BISA?
Oh Allah..... betapa indah rencana-Mu untuk menjadikan kami hamba-Mu yang lebih kuat... T.T
Saudariku... jika memang iya, (namun aku berharap tidak)... kemudian dimana posisi rasa takut terhadap Allah itu kita letakkan? T.T
Suatu ketika, pasti engkau akan merasakan sesaknya ketika menelaah siapa Yang Maha Besar dan patut untuk diutamakan ini.
Kawanku lalu melanjutkan, “Rasa takut itu memang kecil fa sebenarnya. Tapi dia itu garam. Yang hanya dengan sedikitnya itu, bisa menjadikan air yang bening kemudian asin. Merusak apa yang sudah jernih sebelumnya... Iya, meskipun hanya sedikit rasa takut itu...”
Uhm... mencoba menelaah dan menemukan koneksi yang mudah diterima oleh logika.
Kemudian saya mencoba menimpali, “Oh, jadi misalnya gini kali ya ras. (mencoba meyakinkan dan menjelaskan ke diri sendiri) Ibaratnya air itu adalah hati... Dan garam itu adalah rasa takut (mungkin bisa berupa bisikan syetan yang menjerumuskan ke hal-hal yang berbau maksiat), kemudian sang garam yang sedikit tadi sudah terlanjur mencampuri kejernihan air dalam gelas... Salah satu cara mengatasi dampaknya adalah mencoba melakukan suatu hal yang akan membuat air tadi menjadi normal (tawar, jernih) kembali. Saat ia sudah mulai dirasa asin oleh garam yang sedikit tadi, artinya kita bisa menambah volume airnya supaya lebih banyak lagi...”
“iya... dan lama-lama jadi tawar kan?” ia mengangguk
Ah, Laras memang selalu bisa kalau berfilosofi.

            Saudariku, jika air di dalam gelas itu adalah hati kita, maka Allah telah menakdirkan bahwa hati ini selalu dalam keadaan hanif, lurus dan menyukai kebaikan. Jika garam itu adalah bentuk yang tidak disukai Allah, entah maksiat sekecil apapun, barang kali ia adalah salah satu penghambat kita untuk mencintai hal yang dicintai Allah... Wallahu’alam
Terkadang aku takut saudariku, apa-apa yang belum aku lakukan secara maksimal itu disebabkan karena masih ada noda-noda yang entah secara sengaja aku ceburkan ke beceknya lumpur atau sekedar terkena percikan.

Itulah hati... terkadang kita harus peka, karena barang kali sesuatu yang awalnya tidak membuat kita terlena, yang merasa kita masih tetap kuat di awal, jika di biarkan terus, akan menjadi bumerang yang menjadikan sulit untuk membuat keputusan. Hanya menggantungkan diri sendiri, untuk menarik atau mengulur. Semua butuh ketegasan, karena Allah bukan layangan yang mudah di ulur atau ditarik.

Jika rasa takutmu itu karena takdir Allah kelak suatu saat, keadilan Allah itu jauh lebih adil daripada yang kita bayangkan saudariku...
Jika ketakutanmu karena air mata yang akan jatuh, sungguh, jatuhnya air mata jika ditujukan karena Allah akan jauh lebih nikmat...
Jika takut akan mengecewakannya, Allah lebih kecewa...
Jika takut untuk dianggap oleh diri sendiri tidak menghargai orang lain dan tidak tahu terima kasih atas kebaikan seseorang, “Fabiayyi aalaairabbikuma tukadziban?”^^
Ulfa uhibuki fillah.. :’)

Semoga dikuatkan untuk memilih jalan yang Allah suka...^^ Aamiin ya Rabb... T.T
Ulfa bisa, dulu juga karena engkau, saudariku... :))

Bingkisan Mungil untuk Adek Akselerasi

A’udzubillahiminassyaithaanirrajiim..

Bismillahirrahmaanirrahiiim..

Dengan mengharap keridhaan Allah...

Saya ingin mempersembahkan sedikit bingkisan mungil untuk adek-adekku Akselerasi yang dirahmati Allah.. ;)


Berawal dari sebuah pertemuan hari Jum’at, 17 Agustus 2012 kemarin, ritual tahunan yang kita laksanakan, sungguh... Mbak bergetar waktu itu...

Mungkin beberapa diantara kalian telah membaca postingan komentar di FB dari mbak.

Kemarin saya tergetar mendengar petuah umi luwes. Jangan2 banyak orang sukses yang hanya untuk dirinya berawal dari hal sekecil itu..
Semoga kita dikuatkan untuk menebar kebermanfaatan. Aamiin..
Besok2 buat acara sharing motivasi ya, yg udah kuliah oke, udah exchange, yg udah S2, yang lulus cumlaude, yang menang lomba2, biar ketahuan baunya.. Sayang kalau dilewatkan. Kami masih butuh itu juga..^^ Kali aja bisa mengantarkan ke sukses2 yg lain. Setidaknya jadi perantara kebaikan.. :)


        Adek, sungguh... Benar-benar bergetar jiwa ini... Bagaimana tidak? Barangkali, seingat mbak sudah sekitar 5 kali.. sejak masuk aksel tahun 2008 dan sekarang 2012 mbak mengikuti ritual rutin yang mempertemukan kakak aksel, adek aksel... dan bahkan sudah punya 4 tingkat adek sekarang. Adek yang sekarang juga tengah merasakan apa yang dulu mbak rasakan. Setidaknya sudah mbak lewati rasa yang berkecamuk di akselerasi dan labeling ‘aneh’ itu. Ya, aneh... kita ‘dianggap’ pintar, kita di tuntut untuk memahami semua pelajaran padahal juga dipacu oleh waktu, dituntut untuk lebih dari yang punya waktu lebih longgar, padahal kita punya keterbatasan.

Itu dulu... istilah labeling ‘aneh’ sekarang tidak berlaku lagi kok dek.. Karena memang kalian sudah dipersiapkan sebagai orang-orang yang lebih tahan banting di kemudian hari. Allah mempercayai kalian di akselerasi.. :)


       Baik, kembali ke awal mula kesadaran mbak. Kalau kalian mau flash back lagi... apa yang sempat membuat mbak tertegun, berkecamuk dan bergetar jiwa ini... Ini mbak cuplikkan prakata dari Umi Luwes, yang sebelumnya mbak sempat terkagum-kagum dengan beliau... Betapa hebatnya seorang Umi Luwes yang begitu mengenal karakteristik dari setiap angkatan. Kalau bukan karena cinta, nggak ada yang bisa seperti itu dek... Dan karena mbak merasakan kecintaan dan ketulusan beliau, setiap kata-kata beliaupun serasa Ibu sendiri yang begitu merasuk setiap nasihatnya...

Intisari yang terngiang ini...


“....Ketika saya datang kesini, ada adek kelas kalian yang datang menghampiri saya. Dengarkan... ada adek kelas kalian mendatangi saya. Buat apa saya datang ke sini? Sedangkan saya tidak kenal satu sama lain? Seperti saya juga... seolah-olah saya merasakan kesepian dalam keramaian. Ibu dan bapak guru yang di depan juga merasakan... Jadi apa gunanya kalian berkumpul di sini kalau kesuksesan kalian tidak bisa kalian tularkan ke adek-adek kalian... Entah bagaimana caranya, yang pakai baju putih abu-abu ini nanti ada di antara kalian. Mereka butuh motivasi dan semangat kalian... “

Oh Allah... T.T kemana saja saya ini?

Bukankah saya pernah merasakan seperti mereka? Betapa egoisnya kamu fa... Apa guna moto hidup yang biasa kamu gaungkan... “khoirunnas anfa’uhum linnas”... mulai dari mana kebermanfaatanmu???

Kalau hanya sekedar orang yang hanya sejengkal dihadapanmu saja tidak merasakan kebermanfaatan atas keberadaanmu...?

Okey... Jleb... Tertampar lagi. Ini sisi kelemahan lain yang harus di upgrade !


          Adekku... Aksel angkatan 6,7,8, dan 9... Ini kakakmu, bukan orang lain. Mulai saat ini, mungkin mbak mewakili dari segenap kakak aksel dari angkatang 1-5... yang benar-benar menyanggupi dengan sepenuhnya dan dari hati yang paling dalam.. Tulus ikhlas menganggap kalian adalah adek kami sendiri. Dan kami adalah kakak bagi kalian, kakak yang diikatkan dengan pertalian cinta karena Allah, karena ikatannya bahkan akan melebihi kekuatannya dari ikatan darah.

Satu yang terngiang di benak mbak dari ustadz Yusuf Mansyur. Beliau berkata yang intinya, sangat pantas seorang orang tua menyayangi dan mencintai anaknya. Tapi yang lebih hebat, jika kita bisa menyayangi anak orang lain seperti menyayangi anak kita sendiri. Dan ini sudah dicontohkan oleh sahabat Nabi, oleh Umar kalau tidak salah (mbak lupa).


        Mbak belajar menyayangi dengan sepenuh hati seorang adek dari kalian... Adek yang dipertemukan Allah melalui jihad menuntut ilmu. Mbak menyayangi adek kandung mbak sendiri dengan sepenuh hati... sayaaang... banget sama adek mbak. Dan itu mbak tunjukkan dengan sikap, tulisan serta perkataan... Tapi mbak belum hebat ketika mbak belum bisa menyayangi kalian...^^

Adek... boleh banget cerita sama mbak-mbak dan mas-mas di sini... di manapun lah berada... Tentang apa pun, curhat boleh ^^


       Ini harus mbak ungkapkan karena biar ada keterbukaan antara kita. Kan cinta harus diungkapkan ;) seperti Rasulullah kepada sahabatnya..^^

Ana uhibukum fillah- Aku mencintaimu karena Allah :)


Ini kado pertama buat adek-adek akselku.. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membuka bingkisan mungil ini dengan seksama. Semoga menjadi pembuka hati kita. Dan minimal ada 1, 2 atau banyak yang dikembangkan dan dipetik hikmahnya. Aamiin :)

 Tunggu kejutan bingkisan yang lainnya ya...^^

23/8/2012

23 : 26 p.m

Antara Kalem dan Humanis

Ketika berselancar dalam keheningan dan homeostatis tubuh yang sudah tidak sesuai dengan irama sirkadian seperti ini...
rasanya semakin sadar saja... lama-lama saya #galau sendiri dalam perenungan dalam. Padahal sebenarnya saya sangat membenci mengucapkan kata #galau ini.

I mean... "Tidak ada kata galau dalam kehidupan seorang muslim"
Yups, fondasinya jelas ! Segalanya sudah ada aturan dalam islam.

Tapi di sini konteksnya beda mamen.. -___-

Yang jelas saya sedang mencari kebenaran sejati. duh, jadi #nyiur. (dari nyiur -melambay-)
Walhasil, saya telah terdoktrinasi dalam pikiran saya pribadi yang sedang berbisik dan berpikir dalam.

si otak bilang : hm... subhanallah... ini nih fah, tenang banget. nyaman dilakoni... u will find the right way, calm and peace.. ^^
si brain bilang : but... kesholihan bukan untuk pribadi fah.. look around ur self ! still a lot of friends need a comprehension knowledge in dien. be humanist, like a local wisdom :))

what??? saya sendiri tidak tahu maksudnya...
Mungkin ini karena kurangnya ilmu saya. so, lets run.. lets learning.. !

Ya Rabbul izzati... anugerahkan kami kecerdasan dalam berpikir, dan lindungi kami dari kejahatan nafsu kami...
Tunjuki kami jalan lurus-Mu.. -_-


Agar kami merasa tenang dan teguh dalam mensyiarkan dien ini.. T_T

gambar dari sini

Biah sholihah

Terkadang saya merasa iri dengan kemesraan mereka. Mereka saling mencintai karena Allah.. :')
Seandainya saja apa yang ada di hati dan pikiran ini langsung mampu menuahkan dalam tulisan dan layar ini... kemudian ia sering berselancar... pasti akan segera tahu bahwa aku banyak belajar darinya...
Sholihah... berapa kali kamu membuat haru dan berkaca?
Malu dengan Allah... malu dengan orang-orang sholih... :'(
Ia, sedang belajar di belakangku. Semoga dimudahkan, ukhti...^^
Saling mendo'akan... :)

...ini tulisan beberapa waktu yang lalu...

Kembali pada Al Qur'an dan Kedekatan dengan Allah

Tears...
Saya tertegun dan merasa sesak ketika pertama kali melihat sang bintang tamu, dan bintang Qur'an itu, Isa.. keluar dengan kursi rodanya... apalagi ditambah temannya, Hasan yang dengan tulus memapah untuk berdiri..

Oh.. Allah..
Ulfa melihat ketulusan dan kebersihan hati di situ.

Ternyata benar adanya... saya benar-benar tersentuh dan kemudian meneteskan butir air mata yang terus menetes mengiringi tetesan yang sebelumnya belum habis jatuh di pipi...
ditambah isak tangis ustadz Yusuf Mansyur yang menambah keharuan..

Pelajaran Hidup kali ini, yang biasa disebut hikmah oleh sang hati adalah...
Betapa memang benar, kemudahan menghafal Qur'an dan menghafalkan ilmu yang lain itu memang atas kekuasaan Allah, kehendak dan kemudahan Allah semata...
Tampa-Nya... ah.. kecil !!! begitu sangat kecil diri ini, bahkan sampai misalnya kita hanya belajar 1x1 = 1 pun kalau bukan atas kuasa Allah, kita mungkin masih tidak tahu...

Berkaitan dengan segala hal yang menjadi keinginan kita... Saya pernah menulis status di FB :

"Permintaan kita itu banyak. Makanya kudu banyak2 deket sama Allah. Harusnya ngrasa pusing krna kurang tilawah, kurang sholat sunnah, kurang sedekah.. Bukan pusing sama hasilnya..
#galauygbener"


inilah yang menjadi titik tolak untuk mengukur diri saya yang begitu sangat dikuatkan dengan tayangan Chatting dengan YM episode di atas. Pencapaian kita terhadap suatu keinginan akan sangat dipengaruhi oleh kualitas kedekatan kita dengan Allah... banyak do'a, banyak tilawah, ibadah sunnah, dan lain-lain..

Kalau sudah beres, InsyaAllah tenang dalam proses maupun menunggu hasilnya.
Nggak galau lah yang jelas..
Nggak galau belum murojaah, belum hafalan, belum belajar... karena pasti sudah tenang yang menenangkan dan semuanya sdh terlampaui dengan optimal karena Allah sendiri yang mengatur waktu kita...

Allahumma laa sahla illa maa ja'altahu sahlan, wa anta taj'alul hazna idzaa syi'ta sahlan...
Ya Allah, tiada suatu kemudahan kecuali atas apa yang Engkau mudahkan, bahkan yang sulitpun bisa menjadi mudah jika Engkau menghendaki.

Allahumma antaj'alal qur'anal'adziima, rabii'a quluubina, wajalaa a, ahzaanina, wanuura suduurina, wadzahaba ghumuumina wa humuumina, waja'alna min ahlil qur'an.. alladzinahum ahluka wa khaasshatuka yaa arhamarrahimiin... aamiin aamiin ya Rabbal'alamiin... T.T

Quotes

“Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya”
( Pesan Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.)

Total Pengunjung

Followers

My Account Facebook

Mengenai Saya

Foto saya
Pembelajar Sepanjang Hayat yang telah tunai menyelami program studi Ilmu Keperawatan di Universitas Gadjah Mada. Tertakdirkan semenjak tahun 2010 hingga lulus program profesi Ners 2016. Pasca dibelajarkan dalam mempertanggungjawabkan hidup dan kehidupan sebagai seorang khalifah di madrasah kepemanduan dan organisasi kampus, kini sedang belajar untuk mempertanggungjawabkan hidup dan kehidupan sebagai seorang professional clinical ners di sebuah Rumah Sakit yang berpayung di sebuah Perguruan Tinggi Pemerintahan. Bermimpi menjadi insan pecinta ilmu dari buaian sampai liang lahat, hingga tunduk dan meneduh di keridho'an Al Fatah Ar Rahman Ar Rahim..