"Memilih sikap terbaik untuk hidup setelah kematian"

_faidza ‘azzamta fatawakkal ‘alallah_
Intanshurullaha yanshurkum wayutsabbit
aqdaamakum

"....Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu." (QS Muhammad : 7)

'BONUS' Bertubi-tubi


Beberapa waktu yang lalu, tepat hari Kamis, 22 Juni 2013 adalah hari keberangkatan saya, mbak Adin dan mbak Birrul (keduanya teman sekelas saya di PSIK) ke FIK (Fakultas Ilmu Keperawatan) UI untuk mengikuti sebuah lomba.


Sepekan di tanah orang, yang tersuasanakan saat itu seolah saya berada di negeri dongeng. Yang tiba-tiba diterbangkan pada suatu situasi dan kondisi yang jauh dari prediksi. Meskipun alhasil tetap saja ada beberapa urusan yang terlewatkan di Jogja, namun lagi-lagi niat baik itu selalu terbayar dengan hadiah yang tak terekam oleh logika.

Kisahnya readers :

Pekan sebelum keberangkatan adalah masa-masa padat merekonstruksi jadwal supaya tertata. Dengan peluang amal yang ada saat itu : Ujian blok, persiapan penyambutan GAMADA, deadline PKM, dan lain hal ternyata cukup membuat saya kewalahan. Jeleknya akhirnya menjadi dalih untuk belum sempat mengerjakan persyaratan lomba (essay, karya tulis, dan lainnya). Baiknya Allah, starting ‘bonus’ yang terwujud saat itu adalah ketika ‘the power of kefefet’ memampukan jari dan otak saya bersinergi untuk mengeluarkan kekuatan super. DONE. Ngetik essay 5 halaman dalam 1 jam. The first golden acievement ! tapi saya siap dikritik habis-habisan. Hehe

The second ‘bonus’ yang lancir meluncur saat itu : Alhamdulillah, saya masih punya essay SWOT diri tahun kemarin yang cukup panjang. Tinggal di edit weakness yang mulai tertutup, dan menambah beberapa poin streght (mungkin). Dan ternyata masih banyak yang sesuai dengan kondisi sekarang. CV tinggal nambah dikit, bukti sertifikat tinggal di potret and send.
Ternyata ‘bonus2’ tadi menjadi jalan di sms panitia untuk lagi-lagi bersua di kampus perjuangan itu. 
(Saya kangen UI dan segala ruh inspirasinya di sana :’))

NEKAT. OPTIMISTIC. ACAK KONKRIT.

Dengan modal kiriman uang dari bapak yang bikin sesek (karena lagi-lagi diizinkan dengan mudahnya), KTI yang baru latar belakang 80% koheren, daftar pustaka yang belum di ketik, bab III dan IV yang belum sama sekali, dan analisis-sintesis yang masih dalam bayang-bayang untuk tersusun rapih, apalagi ppt untuk presentasi yang masih nol besar, SAYA BERANGKAT. Saudara, saya mengerjakan di kereta, di sebuah ruangan yang sempit sangat, banyak laki-laki yang mengharuskan muka saya ditebalkan, tak berani banyak ulah dan tengok kanan kiri, berjongkok ria sambil mengetik, dan akhirnya merasa harus mengistirahatkan diri karena tak terasa mulai sayu. (bagi Anda yang pernah nge-charger HP di kerete sejenis ekonomi AC Jogja-Jakarta pasti dapat membayangkan di ruang sempit itu)
“Asik ya mbak..”
“Asik apanya mas?”
“Di kereta ngerjain tugas. Asik aja.”
“Harusnya udah selesai sih”
Mungkin terkesan asik. Tapi memang ASLI ASIK :D

Sesampai di sana dengan cerita panjang, lalu mengikuti rangkaian acara dengan ‘sok tenang’ nya :p
Tes tsaqofah, tes tahfidz (yang MJJ-mak jleb jleb-), dan akhirnya saya baru bisa mengumpulkan KTI esok harinya dengan konsekwensi pengurangan nilai. Its ok :)

Then, tes wawancara. 3 interviewer : yang tahun lalu juara 1 (Hilda), dosen muda FIK, mas’ul Salam UI. Allah... T.T pengen nangis saat wawancara isu umat. Kikuk dan semua jawaban tak memuaskan. Saya berhasil mencapai goal yang saya canangkan, ‘kapasitas diri saya mulai terlihat di tangga mana dan setidaknya start dari mana’

Beliau memperkenalkan sebagai ketua SALAM UI, yang diberi kewenangan menanyakan tsaqafah keislaman yang berhubungan dengan isu umat. (udah lemes -.-)

Awal mula yang ringan dan santai, menanyakan hal yang klise, niat mengikuti lomba ini.
Same the answer before, “Untuk berlomba dalam kebaikan dan mengukur kapasitas diri. Bukan untuk sebuah label juara” dan seterusnya...

Ternyata sang kakak ini berhasil menjadi wasilah untuk saya menyadari kapasitas diri saya.
“Sejauh pengetahuan Ulfa, seberapa besar Ulfa tahu tentang isu-isu yang ada di Palestina, Suriah dan Turki?”
“Kenapa kita harus membela saudara kita yang ada di Palestina dengan masa yang sangat panjang. Isu itu sudah bertahun-tahun. Kenapa kita tetap harus membela mereka?”
“Seberapa jauh Ulfa tahu perkembangannya? Apakah sejak tahun sekian, tahun sekian, semasa zamannya nabi Muhammad, atau lebih jauh lagi, Nabi ..., tau semasa ....”
“Apa kontribusi Ulfa untuk saudara yang di Palestina selama ini?”
“Sebenarnya mereka membutuhkan apa sih dari kita? Ada yang lain mungkin?”

Pertanyaan dengan redaksi yang tidak sama persis itu bertubi-tubi menjadi cambuk yang dahsyat bagi saya. Ternyata pertanyaan dengan nada santun dan lembut itu semakin membuat tenggelam dalam kelemahan. Rabbi, semua pertanyaan yang diberikan kakak ini tidak mampu saya jawab dengan memuaskan. SAMA SEKALI TIDAK.

Usut punya usut, ternyata sama halnya dengan teman yang lain. Tapi mungkin nggak separah saya kali ya.

Di tambah lagi, yang ini..

“Kalau Ulfa tidak tahu tentang isu keumatan, apakah itu tidak bertentangan dengan motto hidup yang tadi disebutkan?
Jlebbbbb...
“Setahu saya, ketika kita ingin bermanfaat untuk orang lain salah satunya artinya kita harus tahu isu tentang saudara kita. Sehingga kita bisa bermanfaat banyak untuk umat...”

Yaaa. Pernyataan ini tidak saya sangkal sama sekali. Dengan sedikit penguatan yang lain.

“Kalau Ulfa lebih sering belajarnya tentang ilmu fiqh, (atau yang sebelumnya saya sebutkan) bukankah itu masalah ibadah pribadi?”

Tak berdalih lagi. Meskpun dengan sedikit pembelaan.

Oh Allah... akhirnya perang tertawa miris kepada diri sendiri ini finish juga. Ending permohonan maaf dari beliau atas khilaf ternyata lebih menyesakkan. Time is over. Keluar dengan gontai dan senyuman aneh.

Semua rangkaian terlewati termasuk presentasi KTI yang berbonus finish husnul khatimah dari segi tempo itu.

Untuk sebuah ukuran pengumpulan tugas essay yang terpaksa terlambat, dan KTI yang seolah harus mulai dari awal lagi (meskipun tidak semua) ketika di kereta karena dirombak ulang konsepnya oleh nasihat dosen (yang keduanya berdampak pengurangan nilai), wawancara yang apa adanya saya, perjuangan membunuh rasa pasrah dan pesimis, berusaha memegang prinsip berjuang mastatha’tum, ukuran JUARA 3 yang tersemat cukup termanifestasikan dengan senyum terbayang bahwa lagi-lagi Allah meringankan saya untuk merasakan nikmat BONUS BERTUBI-TUBI.

Karena dalam lomba Pemilihan Mahasiswa Muslim Keperawatan Teladan, menyandang juara bukanlah prestasi. Tapi bisa jadi rahmat, bisa jadi istidraj (wujud nikmat Allah yang sebenarnya menyindir atas kapasitas lemahnya amalan kita). Semoga barokah segala inspirasi dari temen-temen panitia di FIK UI. Saudara-saudariku, selalu tertinggal rindu dengan semangat dakwah dan senyuman hangat kalian setelah lepas pijakan dari kampus perjuangan. Semoga barokah, semoga istiqomah :)

#SabtuMubarak
22 : 17 p.m
29062013
_riuh packing KKN saudara se jabal_

0 komentar:

Posting Komentar

Seberkas feedback semoga menjadi amal :)

Quotes

“Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya”
( Pesan Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.)

Total Pengunjung

Followers

My Account Facebook

Mengenai Saya

Foto saya
Pembelajar Sepanjang Hayat yang telah tunai menyelami program studi Ilmu Keperawatan di Universitas Gadjah Mada. Tertakdirkan semenjak tahun 2010 hingga lulus program profesi Ners 2016. Pasca dibelajarkan dalam mempertanggungjawabkan hidup dan kehidupan sebagai seorang khalifah di madrasah kepemanduan dan organisasi kampus, kini sedang belajar untuk mempertanggungjawabkan hidup dan kehidupan sebagai seorang professional clinical ners di sebuah Rumah Sakit yang berpayung di sebuah Perguruan Tinggi Pemerintahan. Bermimpi menjadi insan pecinta ilmu dari buaian sampai liang lahat, hingga tunduk dan meneduh di keridho'an Al Fatah Ar Rahman Ar Rahim..