"Memilih sikap terbaik untuk hidup setelah kematian"
_faidza ‘azzamta fatawakkal ‘alallah_Intanshurullaha yanshurkum wayutsabbit
aqdaamakum
"....Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu." (QS Muhammad : 7)
Bertambahnya Pundak
Bismillah..
terlepas dari apapun, mungkin untuk saat ini, ini adalah pinangan paling membuat deg2an diantara sebelumnya. Satu keyakinan cukup tertancap pasca diskusi penguat ruh beberapa waktu yang lalu di mushola Rumah Cahaya.
"Tugas ulfa hanya berusaha, dan jangan sombong untuk menyelesaikannya sendiri. Kembali tersadarlah, bahwa kita hanya makhluk kecil, yang patut merasa lemah di hadapan-Nya, dan kemudian Allah lah yang menyiapkan balasan yang pantas atas tetes peluh kita dalam berproses..."
Faidzaa 'azzamta fatawakkal 'alallah..
Semoga tetap dikuatkan pundak, niatan, dan segala kobaran semangat perbaikan sampai akhir husnul khotimah nantinya.
Selamat datang, keluarga dan kehidupan baruku :')
Semoga setiap aktivitas bersamamu merupakan benang2 yang merangkaikan kedekatan dengan Allah yang semakin erat..
Menguatkan. Mencharger ruhy. Menebar kebermanfaatan. Dalam mimpi besar.
23.02 | Label : amanah, Curhat, dreams, GC | 5 Comments
Prasangka
![]() |
from here |
00.33 | Label : hikmah, Share | 0 Comments
Nak Sholih nan Sholihah
Barangkali ini adalah tulisan langka yang saya buat. Bercerita tentang risalah keluarga dan tumpuan harapan...
Meneropong impian besar di keluarga sederhana ini serasa sedang menjelajah pulau cinta. Terjalnya saja mengantarkan ke lembah kesabaran, seringnya sulit itu terasa sedang dalam atmosfir kasih sayang dan bahkan tangisnya seolah sedang merasakan menu keikhlasan tanpa batas :’)
Alkisah, dalam negeri visualisasi mimpi.. terputar sebuah skenario dalam angan anak sulung 3 bersaudara putri Bapak Maryono dan Ibu Amini. Mariana Ulfa, 19 tahun, 2012. Hanya untuk kedalaman niatan, satu syurga setelah segalanya bentuk kefanaan berakhir. Satu mata air kebenaran hakiki dalam mengarungi silaunya dunia dan segala tipu dayanya.
Segala hal yang menjadi prioner atau nomor satu selalu menjadi tolok ukur sesuatu yang sama setelahnya. Menjadi seorang sulung akan menjadi tolok ukur si tengah dan si bungsu dari rahim yang sama.
Betapa manis hidayah dan taufiq ini, sampai-sampai saya begitu jeli menyulam hati dan pikiran untuk merajut tali mimpi yang terkadang bersambung setiap episodenya. Mimpi yang bertemakan cinta. Untuk pangeran dan peri kecil dalam kehidupan saya. Mereka yang setiap kali dalam do’a terbayang hanya ingin terus mengucap sholih.... sholihah ya Rabb...
Satu hal yang terpikir dalam benak saya adalah ketika di akhirat nanti, dalam setiap amal kita akan ada pertanggungjawabannya masing-masing. Bukan ayah yang menanggung apa yang dilakukan ibu, bukan pula sebaliknya. Bukan pula kakak yang menanggung perilaku yang dilakukan adek-adeknya, atau juga bukan pula sebaliknya. Lantas, artinya secinta-cintanya kita terhadap saudara, istri, suami, kakek, nenek, sahabat dan siapapun itu, artinya segalanya akan kembali pada masing-masing atas apa yang telah dilakukan. Sebesar biji dzarahpun perbuatan, terikat dalam tulisan pena dan tercatat oleh Malaikat Rakib dan Atid.
Kawan, hidup saya secara de facto tercatat dalam sejarah keberadaan di bumi tanggal 1 Ferbruari 1993, hari Senin ketika itu. (beruntungnya saya, berharap barokah, ini adalah hari dimana Nabiyullah Muhammad SAW terlahir :) ). Sebuah penantian yang panjang setelah belasan tahun Bapak dan Ibu menantikan seorang putra/i. Sungguh, tidak terbayang kesabaran beliau ketika itu. Barangkali selalu tergoreskan pena oleh ibu untuk mencurahkan isi hatinya, tersusun rapih dalam buku hariannya, atau bapak yang selalu terbayang menggendong bayi mungil ketika bertemu dengan kawan lamanya dalam reuni akbar dan ternyata kawannya telah menimang momongan. Semoga beliau termasuk hamba Allah yang dipersiapkan menjadi hamba yang lebih teguh dalam kesabaran, selamanya... Aamiin ya Rabb
Terbayangkah betapa seiring pertumbuhan dan perkembangan saya selalu terbersit skenario indah atas peran si sulung ini? Yang ada di benak ini, saya kakak, saya tumpuan, saya harapan, saya contoh dan segala hal yang mengantarkan saya pada sosok kakak yang ideal. Harapan besar dari beliau yang membuat saya mampu membuat saya bertahan sejauh ini. Sebuah penantian panjang, yang diharapkan belasan tahun lamanya. Sedangkan putra-putri teman bapak yang lain ketika itu sudah tumbuh meremaja, mendewasa dan mampu membanggakan kedua orang tuanya. Saya? Masih cupu-cupu dan belum tahu apa-apa. Lantas, bisa berbuat apa untuk beliau berdua?
Itulah yang sering muncul di benak saya ketika kecil. Sekarang? Saya baru menyadari atas peran keimanan untuk seorang muslim yang meyakini adanya qada’ dan qadar. Yah. Segala hal yang terjadi ini telah ditulis dalam lauhul mahfudz. Bahwa ulfa akan terlahir setelah kurang lebih sebelas tahun pernikahan bapak Maryono dan Ibu Amini. Dan itu adalah saat-saat terbaik bagi Allah untuk kemudian menjadi pelajaran berharga kelak suatu saat, saat ini.
Menjadi seorang kakak menjadikan saya sudah mulai menunjukkan ‘peran’nya sejak kecil, barangkali SMP ketika itu, mencoba mengarahkan adek kedua, dan menimang adek ketiga semenjak masih duduk di bangku MI (Madrasah Ibtidaiyah/setara SD).
Melihat adek, membayangkan mereka dan merenungi keberadaan saya saat ini. Hanya satu yang selalu terbayang ba’da sholat saat terbersit dalam do’a...
“Keluarga hamba ya Rabb... bapak, ibu, dek Lutfi, dek Conny... kumpulkan kami di dalam syurga-Mu kelak, kumpulkanlah kami dalam syurga-Mu... Kumpulkanlah kami di dalam syurga-Mu, ya Rahman ya Rahiim...”
Untuk adek mbak yang sholih dan sholihah.. sungguh, ini hanyalah sebersit visualisasi sampaian harap dan mimpi yang selalu ingin mbak panjatkan dalam do’a untuk pemantik mbak memberikan contoh yang lebih baik.
Sepintas melihat folder foto di laptop. Terkembang sebuah senyum ketika adek berkumpul dengan teman-teman nan sholih di rohis. Merasa tenang... berharap suatu keitiqomahan yang terus bertambah kelak suatu saat yang menguatkan...
Mbak sangat berharap kelak engkau termasuk dalam bagian pemegang panji-panji kemenangan islam kelak suatu saat...MasyaAllah... mimpi ini terasa begitu kering karena mbak sendiri masih harus dicelupkan dengan banyak ilmu islam yang mengakar ke akhlak untuk mendo’akan mimpi yang agung ini.
15.13 | Label : Curhat, dreams, refleksi diri, ukhuwah | 0 Comments
- Akselerasi Punya Cerita
- amanah
- Anugerah
- Berbagi
- Biah Sholihah
- cerita cinta
- cinta
- Curhat
- dakwah
- dreams
- DS
- Dunia Akselku
- GC
- hikmah
- inspiring
- keluarga
- Mata Cahaya
- MSC
- muhasabah
- muslimah
- Ners Muda
- Proud of Islam
- PSIK
- QA
- quotes
- refleksi diri
- Romance
- Sepenggal Kisah
- Share
- spontan pikir
- Syair
- syukur
- Terima Kasih
- ukhuwah
Catatanku Hari Ini
-
►
2018
(1)
- ► April 2018 (1)
-
►
2016
(10)
- ► Oktober 2016 (2)
- ► Februari 2016 (4)
- ► Januari 2016 (3)
-
►
2015
(11)
- ► Desember 2015 (7)
- ► November 2015 (1)
- ► September 2015 (2)
- ► Januari 2015 (1)
-
►
2014
(38)
- ► Desember 2014 (1)
- ► November 2014 (3)
- ► Oktober 2014 (2)
- ► September 2014 (3)
- ► Agustus 2014 (2)
- ► April 2014 (1)
- ► Maret 2014 (2)
- ► Februari 2014 (12)
- ► Januari 2014 (6)
-
►
2013
(56)
- ► Desember 2013 (3)
- ► November 2013 (2)
- ► Oktober 2013 (4)
- ► September 2013 (2)
- ► April 2013 (9)
- ► Maret 2013 (10)
- ► Februari 2013 (11)
-
▼
2012
(28)
- ► September 2012 (3)
- ► Agustus 2012 (5)
- ► April 2012 (3)
- ► Maret 2012 (1)
- ► Februari 2012 (4)
- ► Januari 2012 (6)
-
►
2011
(4)
- ► September 2011 (1)
- ► Maret 2011 (2)
-
►
2010
(2)
- ► September 2010 (1)
- ► Februari 2010 (1)
-
►
2009
(10)
- ► Desember 2009 (1)
- ► Oktober 2009 (4)
- ► September 2009 (5)
Quotes
“Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya”
( Pesan Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.)
Total Pengunjung
Followers
My Account Facebook
Mengenai Saya

- Mariana Ulfa
- Pembelajar Sepanjang Hayat yang telah tunai menyelami program studi Ilmu Keperawatan di Universitas Gadjah Mada. Tertakdirkan semenjak tahun 2010 hingga lulus program profesi Ners 2016. Pasca dibelajarkan dalam mempertanggungjawabkan hidup dan kehidupan sebagai seorang khalifah di madrasah kepemanduan dan organisasi kampus, kini sedang belajar untuk mempertanggungjawabkan hidup dan kehidupan sebagai seorang professional clinical ners di sebuah Rumah Sakit yang berpayung di sebuah Perguruan Tinggi Pemerintahan. Bermimpi menjadi insan pecinta ilmu dari buaian sampai liang lahat, hingga tunduk dan meneduh di keridho'an Al Fatah Ar Rahman Ar Rahim..